KASIH SAYANG
TEMAN-TEMANKU
Aku
bernama Gama. Sekarang aku duduk di kelas IX SMP. Dulu aku adalah anak yang
nakal, suka jail dengan teman-temanku, sehingga banyak teman-temanku yang
menjauhi dan menghindar denganku. Dulu aku merasa jengkel dengan semua temanku,
aku pun bertambah jail dengan mereka semua, padahal keputusan seperti itu
adalah keputusan yang sangat bodoh.
Pada
siang itu, aku melihat Rio dan Doni sedang makan bekal mereka, aku pun memulai
perlakuan jelekku itu dengan mendekati mereka dari belakang, secara
mengendap-endap dan semakin dekat, lalu, “Yeaah...! ha..ha..ha aku berhasil
mengambil bekal kalian..!”
“Gama.!
Kembalikan bekal kami. Kami mau makan!” Bentak Rio dan Doni dengan marah.
“Mengembalikan.?
Dengan susah payah aku mengambil bekalmu!”
“Kamu
kurang kerjaan banget. Mengganggu kita..! Bentak Doni.
“Sudahlah
Don, kita tinggalkan saja dia! Ajak Rio. Mereka pun meninggalkan aku sendiri,
walaupun mereka meninggalkan aku, aku merasa puas telah membuat mereka marah.
Sesampainya
di kelas, Rio dan Doni masih merasa jengkel kepadaku. Aku tahu kalau mereka
masih marah denganku, karena aku mengikuti dan mendengarkan percakapan mereka yang
sedang menceritakan kejadian tadi dengan semua teman-teman di kelas. Salah satu
teman yang bernama Rani berkata, “Gama memang seperti itu, menurutku dia jail
karena ke dua orang tuanya sudah meninggal dunia, sekarang dia tinggal dengan
pamannya, dan kurang mendapatkan kasih sayang.”
“Kamu
benar Rani, sebaiknya kita lebih menyayanginya untuk menggantikan kasih sayang
orang tuanya, walaupun dia jail,” kata Rio.
Sepuluh
menit kemudian, terdengar bel pulang sekolah. Semua siswa keluar dari kelas
untuk pulang kerumah masing-masing. Terlihat gerombolan adik kelas di depan
jalan sekolah. Aku pun ingin menjahili mereka. Aku mendapat ide untuk menimpuki
mereka dari belakang dengan kertas, lalu aku mengambil kertas di tasku, kucoba
kertas yang pertama, kulemparkan kearah gerombolan adik kelas itu.
“Aduh..!
Siapa yang melempar kertas ini.? Hmm... kakak ya?” Tanya salah seorang dari
gerombolan itu.
“Ah..
tidak! Kakak tidak melempar kertas itu. Lagi pula tidak ada buktinya kan?” Jawab
ku.
“Oh...
Maaf ya kak,” jawab anak tersebut. Lalu mereka melanjutkan perjalanan. Namun,
aku belum merasa puas. Dengan suara lirih aku berkata, “satu kali lagi ah..” Dan
aku melemparkan kertas kearah mereka.
“Ih....!
tidak salah lagi, pasti kakak di belakang kami itu yang melempar kertas ini!”
Bentak anak itu dengan jengkel.
“Ha..ha..ha..
emang kenapa? Memang kakak yang melempar kertas itu! Jawab ku dengan perasaan
puas.
“Kakak
adalah kakak kelas kami. Seharusnya kakak memberi contoh yang baik pada adik kelas!”
“Ah
tak usah di pikirkan! Ya Sudah. . kakak mau pulang. Da.. da..”
Aku lari dan meniggalkan mereka yang marah dan
jengkel karena kejahilanku.
Sesampainya
di rumah, aku mengetuk pintu. Tetapi tidak ada yang membukakan, pintunya pun
terkunci.
“Paman ke mana ya.. Tanya ku di dalam hati”
Tak sengaja aku melihat amplop di bawah kursi,
ternyata isinya kunci rumah dan sebuah surat. Kubuka surat itu dan kubaca. Isi
surat mengatakan bahwa paman sedang pergi ke rumah anaknya karena anaknya
sakit. Paman tidak mengajakku karena paman pergi tadi pagi waktu aku sekolah
dan paman berpesan jika aku ingin makan, pergi saja ke kebun untuk mencari
sayuran dan singkong untuk di rebus, sedangkan nasi sudah disiapkan oleh paman.
Kemudian
aku ganti baju, lalu pergi ke kebun untuk mencari sayuran. Sesampainya di kebun
aku mencari daun singkong. Kuambil daun yang paling ujung atas. Satu demi satu
dan kukumpulkan. Setelah aku rasa cukup, lalu aku mencari singkong. Kucari
pohon yang batangnya besar dan sudah tua. Setelah menemukan pohon yang cocok,
aku langsung mencabut pohon singkong itu. Aku pisahkan singkong yang enak
dimakan dan yang tidak. Setelah semuanya cukup dan ku rasa sudah selesai, aku
bergegas untuk pulang. Belum sampai di rumah aku bertemu Rio, Doni dan Rani
sedang berjalan beriringan.
“Gama..? kamu ngapain kok bawa singkong, sama
sayuran..?” tanya Rani.
“Aku mau makan, tetapi paman nggak ada di
rumah. Soalnya paman kerumah anaknya yang sakit. Lalu dia menitip pesan, kalau
aku lapar cari saja singkong sama sayuran dikebun,” jawabku.
“Hmm..
Kamu mau bantuan kami nggak? Kami mau kok membantu kamu masak” Rio menawarkan.
“Bantu
aku..? aku nggak butuh bantuan kalian. Aku bisa masak sendiri kok!” jawabku
dengan sombongnya.
“Kita kan teman. Harus saling membantu,” jawab
Doni.
“Tidak..!
Aku tidak butuh bantuan kalian”
“Ya
sudah kalau kamu menolak tawaran kami. Kami pulang dulu,” jawab Rani.
Setelah
sampai dirumah aku langsung memasak. Aku merebus daun singkong dan menggoreng
singkong. Sekitar lima belas menit masakanku pun matang. Aku langsung mengambil
nasi dan daun singkong rebus kemudian aku makan dengan lahap.
Keesokan
harinya, aku bangun dari tidurku aku langsung melihat ke kamar paman, ternyata
paman belum juga pulang. Lalu aku beranjak untuk mandi, sarapan, dan berangkat sekolah.
Sesampainya
di gerbang sekolah, Rio bertanya padaku, “Gama, kamu sudah mengerjakan PR
matematika belum? Kalau aku sih udah..”
“Ngapain
kamu tanya-tanya aku.!” Jawab ku cuek
“Hmm...
Ya aku Cuma tanya aja...”
“Udah
ah.! Aku mau ke kelas...”
Di
perjalanan menuju kelas aku berkata dengan suara lirih “Aduh... Iya ya aku baru
ingat. Matematika ada PR di buku paket. Aku juga nggak bawa buku paketnya. Belum
aku kerjakan pula PRnya... Aduh...”
Sesampainya
dikelas sekitar tiga menit bel pun berdering. Hatiku berdetak dengan kencang.
Karena jam pertama dan kedua adalah pelajaran matematika. Tiba-tiba Pak Lan
guru Matematika, masuk kelasku dan berkata “Selamat Pagi anak-anak. Keluarkan
buku dan PR kalian”. Semua murid mengeluarkan buku dan PRnya masing-masing.
Kecuali aku. Pak Lan mengetahui kalau aku tidak mengeluarkan buku dan ia
menghampiriku lalu berkata dengan wajah yang membuatku takut, “Mana buku dan PR
kamu? Kamu tidak mengerjakan PR atau tidak membawa bukunya..?!
“Hmm..
Ma..maaf pak. Saya lu..lupa mengerjakan PR dan lupa me..membawa bu..bukunya,” jawabku
dengan gugup dan rasa takut.
“Sekarang
kamu maju ke depan. Cepat...!!”
Setelah
aku berdiri dan maju ke depan. Pak Lan mengambil spidol di saku bajunya. Ia pun
menggambar mukaku dengan kumis dan mulut seperti kucing. Aku pun menjadi bahan
tertawaan semua murid. Salah satu murid berdiri dan berkata “Ha...ha...ha...
Gama! Kamu seperti kucing Anggora yang belum mandi...” “Ha..ha..ha..,” Semua
murid bertambah menertawakanku. Aku hanya tertunduk dan sangat malu. Kemudian
Pak Lan berkata, “Kamu berdiri di depan kelas sampai satu jam pelajaran saya, dan
nanti waktu istirahat kamu menyapu ruang kelas ini.”
“Pak...
Kalau menyapu saya mau. Tapi berdirinya Jangan satu jam. Dua puluh menit
aja...”
“Diam kamu! Saya bilang kamu berdiri di depan
kelas satu jam!”
Setelah
satu jam aku berdiri di depan kelas, aku pun di izinkan Pak Lan untuk duduk dan
mengikuti pelajaran kembali.
Waktu
istirahat pun tiba. Aku mengambil sapu dan menyapu ruang kelasku. Pak Lan
memperhatikanku dengan maksud agar aku menyapu ruang kelas sampai bersih dan
aku menyelesaikan hukumanku dengan baik.
Setelah
waktu istirahat. Aku masuk kelas untuk mengikuti pelajaran yang selanjutnya.
“Kring...kring”
bel pulang sekolah berdering, aku langsung keluar
dari kelas, dan bergegas pulang. Sesampainya di rumah, aku mengetuk pintu dan
paman yang membukakanya.
Aku
bertanya pada paman, “kapan Paman pulang?”
“Tadi
jam setengah sembilan, Paman sampai rumah. Bagaimana kemarin, kamu makan sama
apa?” Tanya Paman.
“Aku makan daun singkong rebus dan singkong
goreng. Lalu bagaimana keadaan anak paman?”
“Sudah mendingan. Kamu makan dulu sana, sudah
Paman siapkan nasi goreng di meja makan.”
“Ya
Paman, terima kasih!”
Pada
sore harinya. Aku duduk di depan rumah. Kebetulan anginnya semilir dan cuacanya
pun cerah. Tiba-tiba aku merasa ngantuk dan tak lama kemudian aku pun tertidur.
Aku bermimpi, di dalam mimpiku ini aku berada di sebuah tempat yang banyak
pohon besar, bunga-bunga yang indah dan banyak anak-anak se usiaku yang bermain
dan bercanda gurau. Tiba-tiba aku di hampiri seorang kakek. Ia berkata, “Kamu
tidak mempunyai semua kebahagian ini. Lihatlah mereka, bercanda gurau dan
bersenang-senang dengan teman-temannya. Kamu mempunyai teman yang menyayangi
dan memperhatikanmu. Tapi kamu selalu membuat mereka marah karena kejahilanmu..
Ingatlah kata kakek ini teman adalah harta yang sangat mahal. Kamu hanya bisa
mempunyainya dengan sebuah cinta dan kasih sayang.” Lalu kakek itu hilang secara
tiba-tiba. Aku hanya diam, heran, dan aku sangat mendengarkan kata kakek itu. Di
dalam tidurku inilah aku menyadari bahwa selama ini aku salah telah menggangu dan
menjahili teman-temanku yang menyayangi dan memperhatikanku.
Setelah
itu, aku langsung bangun dari tidurku dan aku berkata dengan penuh penyesalan,“Selama
ini aku salah. Aku selalu membuat teman-temanku marah. Padahal mereka sangat
sayang padaku.”
Kemudian
aku masuk rumah dan meminta izin pada paman untuk pergi ke lapangan. Tempat
biasanya anak-anak bermain.
“Paman,
aku mau izin pergi ke lapangan,” kataku.
“Ya,
tapi pulangnya jangan terlalu sore,” jawab Paman.
Aku
pun lari menuju lapangan. Ternyata benar, di sana banyak anak-anak yang sedang
bermain.
“Teman-teman!
Aku ikut bermain dengan kalian ya.” Aku menghampiri mereka.
“Kak
Gama... Tumben kakak ke sini?” tanya Fajar, adik kelas yang pernah aku jahili.
“Kamu..?
Adik kelas itu kan..?”
“Ya,
aku Fajar. Aku adik kak Rani.”
“Oh...maaf
ya Fajar waktu itu aku menjahili kamu dan membuatmu marah.”
“Ya
kak, aku udah memaafkan kakak kok.”
“Hmm..
Teman-teman, kalian semua mau memaaafkan aku kan? Selama ini aku sering membuat
kalian marah dan selama ini aku tidak mempunyai kebahagiaan yang membuatku
tertawa, ceria. Itulah yang membuatku mempunyai perlakuan jelek. Aku pikir
dengan perlakuan jelekku itu aku bisa membahagiakan diriku, padahal itu hanya
membuat aku kesepian dan tersiksa.”
“Setiap
orang pasti punya kesalahan dan suatu saat ia akan menyadari kesalahanya. Kami
pasti mau memaafkan kamu Gama. Iya kan teman-teman?” Kata Rio dan Doni.
“Kalian
baik banget. Sungguh kalian semua adalah harta yang sangat mahal bagiku,” Aku
berkata dengan berlinang air mata.
“Sudah,
tak usah menangis,” Kata Doni.
“Ha...ha...ha...”
Kita pun tertawa ria dan bermain bersama.
Setelah
puas bermain. Kami pun pulang ke rumah masing-masing. Sesampainya di rumah aku
mandi lalu menata buku sekolah dan belajar. Sekitar dua puluh menit aku
belajar. Terdengar suara adzan maghrib aku pun bergegas pergi ke mushola untuk
menunaikan shalat maghrib. Aku melaksanakan shalat dengan khusyuk.
Setelah
dari mushola, aku pulang dan melanjutkan belajar. Selesai belajar aku di suruh
paman untuk makan malam dengan lauk ikan asin, tempe goreng, dan telur goreng
walaupun sederhana aku tetap bersyukur masih di beri rizki dan makanan.
Pada malam harinya, sekitar pukul sembilan
malam paman menyuruhku untuk tidur. Aku ke kamar. Aku berbaring di tempat
tidurku. Namun sebelum aku tertidur aku berkata di dalam hatiku “kasih sayang
teman-temanku tak akan ku lupakan sampai akhir hayatku, terima kasih temanku,
aku sangat sayang padamu. Kepada kakek yang ada dalam mimpiku kuucapkan,”
Terima kasih kek.. Kau telah menyadarkanku tentang arti sebuah kasih sayang.” Kemudian
dengan pelan mataku terpejam, sedangkan di langit, sang dewi malam menemaniku,
semua bintang berkelap-kelip memandangku, dan aku tertidur dengan mimpi
indahku.